Website X2 SMA Mandiri Cirebon

Rabu, 19 November 2008

Galery Karya Indri

" The Living Death "


“ Hiduku sangat sepi, sepi dan sepi...”

“ Bagiku dunia ini bagaikan jeruji besi...”

“ Aku tidak mempunyai seorang teman pun di sini...”

“ Kecuali rembulan, bintang dan desau angin malam...”

“ Yang menghiburku di saat aku sedih...”

“ Dan menemaniku di saat aku sendiri...”





Di suatu pedalaman di Amerika, tinggallah sepasang suami istri bernama Louis Scouter dan Irene Scouter. Usia pernikahan mereka hampir dua belas tahun dan harta kekayaan mereka berlimpah ruah, tetapi mereka belum dikaruniai seorang anak pun.
Keadaan ini membuat Irene sang istri frustasi. “ Louis, umur kita sudah hampir kepala empat, tetapi kita belum dikaruniai seorang anak pun, aku takut jika kita tidak akan pernah mempunyai anak, aku takut jika itu sampai terjadi ! “
“ Tenanglah kau jangan dulu putus asa, semuanya bisa diatasi “
“ Apa maksudmu semuanya bisa diatasi ? “
Louis mendekati buku telepon, kemudian membukanya secara perlahan. Ia memulai menekan nomor di telepon, tampaknya ia mulai menghubungi seorang petugas panti asuhan di St. Paul yang ada di Minneapolis. Kebetulan, ada seorang anak perempuan berumur kurang lebih satu bulan lima hari anak itu bernama Luella. Tanpa ragu, spasang suami istri itu langsung mengendarai mobilnya dan menuju ke panti asuhan tersebut dan membawa anak itu ke rumah mereka. Selang beberapa tahun, suatu anugerah datang. Akhirnya, Irene mengandung dan melahirkan seorang anak perempuan yang mereka beri nama Chloe Joycline Scouter. Luella dan Chloe dibesarkan bersama hingga menginjak masa remaja.
Luella dan Chloe tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Mereka disekolahkan di sebuah sekolah menengah di Bismark. Walaupun letaknya agak jauh dar rumah mereka, tetapi Luella dan Chloe tidak mempedulikannya, mereka sangat bersemangat dalam belajar. Luella mempunyai banyak teman di sekolahnya sedangkan Chloe tidak, dia lebih suka diam. Sehingga lama kelamaan teman-temannya menganggapnya tidak mau bergaul dan kemudian menjauhinya.
Suatu hari sepulang kerja, Irene memanggil Chloe kemudian mengajaknya ke tama yang ada di belakang rumah mereka. “ Chloe, aku ingin kau mengetahui suatu hal, aku rasa kau sudah cukup dewasa untuk mengetahuinya tetapi kau janji jangan memberitahukan hal ini kepada siapapun juga. Mengerti ? “
“ Baiklah aku janji, tapi apa itu ibu ? “
Irene melihat ke arah sekitar dengan waspada. “ Mmm..begini, kau tahu aku sangat menyayangi kalian berdua, kau dan kakakmu Luella adalah bagian dari hidupku, kalian adalah nafas yang selalu ku hirup, jantungku yang selalu berdetak. Aku tidak bisa hidup tanpa kalian berdua “. Irene menjelaskan
“ Luella, aku selalu memberikan apa yang diinginkannya, mencoba untuk membuatnya senang “. Terlihat air mata di ujung mata Irene yang bersinar karena cahaya, lama kelamaan mata dan hidungnya memerah, ia segera mendongkakkan kepalanya untuk menahan supaya air mata itu tidak jatuh membasahi pipinya yang merah. Tetapi akhirnya air mata itu mengalir dengan deras, dan ia langsung mengusapnya. “ Aku tidak mau kalau dia sampai curiga atau sampai mengetahui rahasia yang sudah dipendam selama tujuh belas tahun ini. Aku sama sekali tidak mau ! “ Lanjutnya sambil terisak
“ Tujuh belas tahun ? Maksud ibu apa ? aku sama sekali tidak mengerti...
“ Luella..” Jawab Irene sambil menangis.
“ Ada apa dengan Luella bu ? “
“ Dia..dia..dia bukan anak kandugku “
“ Apa ?! “
“ Tapi aku benar-benar sangat menyayanginya. Waktu ia masih kecil, aku mengangkatnya dari Panti Asuhan St. Paul. Nama anak itu Luella Lucas “. Irene kembali menagis.
Tak disangka pada saat tu Luella sedang berjalan-jalan di taman belakang untuk melihat-lihat bunga. Sangat disayangkan pula, dia mendengar pembicaraan Irene dan Chloe di sana. Ia membalikan wajahnya dan menyandarkan punggungnya di dinding lalu menangis. Segera ia lari menuju kamarnya dan membanting pintu dengan sekeras-kerasnya.
Judy, satu-satunya pembantu di rumah itu mendengar Luella membanting pintu. Ia sempat terkejut sesaat. Tetapi ia tidak mempedulikannya. Suatu hari yang cerah, Louis dan Irene pergi kerja, mereka kerja di sebuah perusahaan ternama di Minnesota. Judy pembantu mereka sedang cuti untuk pulang ke kampung halamannya.
Pada larut malam kira-kira jam sebelas malam, mereka baru saja pulang dari kantor. Luella dan Chloe sudah tidur terlelap di kamarnya masing-masing. Karena sangat lelah mereka sampai lupa untuk mengunci pintu, sehingga para pencuri masuk ke rumah mereka. Pencuri itu berjumlah delapan orang mereka hendak mencuri berkas-berkas dan barang-barang berharga milik keluarga Scouter. Louis mendengar langkah pencuri itu dari ruang tam. Ia pun membuka laci dan mengeluarkan senjata semacam machine gun kemudian ia pergi ke ruang tengah dan menodongkan senjata pada sekelompok pencuri. Tetapi kemudian ia sadar bahwa senjata yang ia punya tidak berpeluru tak ada waktu lagi bagi Louis, si pencuri itu menodongkan senjata ke arahnya dan dor..dor..dor...peluru itu mengenai dada Louis dan ia pun jatuh tersungkur seketika, nyawanya melayang..
Tak ada yang mendengar suara itu kecuali Irene. Ia pergi menuju sumber suara tembakan tersebutdan melihat Louis terbujur kaku tak bernyawa dan ia melihat darah di sekujur tubuh Louis. Irene menjerit. Salah seorang pencuri mendengar teriakan Lawrence dan tak ragu lagi ia pun menembaknya. Peluru itu menerjang kepalanya dan...
Irene meninggal seketika. Setelah mendapatkan yang mereka inginkan, para pencuri itu pun pergi meninggalkan Louis dan Irene yang sudah tak benyawa.
Luella pun terbangun dari tempat tidurnya. Alangkah kagetnya Luella saat melihat Irene dan Louis sudah tak bernyawa berlumurkan darah. Ia menjerit keras, Chloe mendengar suara teriakan Luella kemudian bangun dari tempat tidurnya dan berlari, ia terkejut dan berteriak “ Ayah..., Ibu..!!! “. Chloe segera berlari menghampiri Irene dan Louis. Ia menangis. Luella segera menyergap telepon yang berada tidak jauh darinya kemudian menekan nomor 911.
“ Halo, polisi..di rumah kami telah terjadi pembantaian dan perampokan. Bisakah anda datang ke rumah kami untuk menyelidikinya ? “
“ Baiklah, tapi sebelumnya saya akan meminta keterangan singkat dalam kejadian tersebut. Bisakah anda menjelaskannya ? “
“ Tidak ada waktu lagi !! Kau tahu sekarang jam berapa ? Waktu tidurku terbuang sia-sia gara-gara kejadian ini ! Aku tidak mau buang-buang waktu untuk hal semacam ini ! mengerti ?!! “
“ Baiklah, di mana tempat kejadian tersebut ? “
“ Di 14th Avenue Street, Stanmore 45 ! Rumah keluarga Scouter ! “
“ Nona Scouter, apa anda seorang diri di sana ? “
“ Tidak, saya bersama adik saya di sini...”
“ Baiklah, terima kasih kami akan segera ke sana...”
Beberapa bulan kemudian...

“ Bagaimana Luella, mana surat wasiatnya ? “
“ Kita akan tetap tinggal di sii Lucy, di rumah ini...”
“ Apa...? “
“ Ya begitulah, karena kita sudah tidak mempunyai sanak saudara lagi. Dan mulai
sekarang, kau tidur di gudang yang ada di loteng, sedangkan kamarmu yang dulu akan kujadikan kamar untuk teman-temanku yang akan menginap”
“ Maksudmu ...? “
“ Lihatlah surat wasiat ini, kau belum membacanya kan ? di sini dituliskan bahwa, sembilan puluh sembilan persen harta kekayaan keluarga Scouter adalah milikku dan sisanya adalah milikmu “


bersambung....





DETEKTIF AMATIR
Karya : Indri Rizky Amalia




Entah mengapa rasanya aku ingin berkilas balik tentang apa-apa yang telah kami lakukan bersama dengan teman-teman sekolahku, juga teman sepermainanku. Mira, Yesi, Gina, Gita, ditambah aku sendiri. Kami berlima menamakan diri ‘Lima Sekawan’ , mirip buku cerita warisan ibuku. Kami selalu berkhayal ingin menjadi pahlawan perkasa pembela kebenaran. Duh, senangnya. Kami ‘bermarkas’ di bawah pohon sawo, di halaman belakang kelas dua, tepatnya di dekat Warung Bi Tumi. Kami duduk di bangku kelas tujuh di sebuah SMP Negeri di kota kecil di Kabupaten X.
Apabila tiba waktu istirahat, kami selalu berkumpul sambil menikmati jajanan, diiringi semilir angin di musim kemarau. Nikmat rasanya.
Mira, ketua kelompok kami, selain pintar dia juga lumayan ceriwis. Dia juga dipercaya menjabat sebagai Ka - Em di kelas kami. Walaupun dia perempuan, tapi dia sangat tegas dalam memimpin, terutama kepada anak laki-laki yang susah diatur alias bandel-bandel. Kalau kebetulan Mira sakit, perasaan kami benar-benar merasa sangat kehilangan.
Aku, Cacha adalah anggota merangkap sebagai bendahara genk ini. Apabila ada teman kami yang sakit atau ada salah satu anggota kami yang kehabisan uang jajan, aku, kalau kebetulan ada selalu membantunya, begitu juga teman-teman yang lainnya. Walaupun jajan ala kadarnya, tapi rasanya menyenangkan sekali.
Sementara Yesi adalah tetangga depan rumahku. Sifat dia kurang labih sama, walu tidak bisa dibilang persis. Kami sama-sama pendiam, kata teman-teman sih, tipe pemikir. Orangtua ku dan orangtua Yesi sama-sama pedagang di pasar tradisional. Lain halnya dengan Gita dan Gina, mereka adalah saudara kembar yang sifatnya hampir mirip, yakni sama-sama ‘rame’, pokoknya mereka selalu sja bisa mencairkan suasana, apabila diantara kami diliputi ketegangan. Mungkin ini yang dinamakan kembar identik itu barangkali. Orang tua mereka adalah guru di sebuah sekolah swasta favorit di kota ku. Jadi boleh dibilang mereka orang yang berkecukupan.
Kami juga tidak pelit untuk berbagi ‘markas’ kami dengan teman-teman yang lain untuk sekedar ngobrol-ngobrol, atau kadang membahas mata pelajaran yang kami anggap sulit.
Kami berpendapat, selami kami masih bisa membantu teman-teman, mengapa tidak ? Tentu saja sekemampuan kami. Bukan sok pahlawan lho.
Genk kami bukan untuk gaya-gaya-an, kami hanya kebetulan bersahabat dari SD, menurutku itu sudah menjadi hal yang biasa apabila di sekolah ada yang berkelompok. Jadi sah-sah saja, selama tidak menimbulkan permusuhan diantara teman-teman yang lain.
Hari ini kami sedang mengerjakan ‘proyek investigasi’. Temanku yang lain, Lina selalu menjadi bulan-bulanan ‘Genk Keren’. Yah, mereka memang keren-kerendan mereka anak-anak orang kaya, tapi sayang mereka sombong-sombong.
Suatu hari, kami menemukan Lina sedang menangis sesenggukan di belakan gedung sekolah, Lina yang kami tahu, maaf.. hanyalah anak seorang tukang becak, yang penghasilannya tidak menentu. Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa, yang selalu disibukkan oleh tangisan anak-anak
“ Kenapa kamu, Lin ? ” Mira membuka pembicaraan.
Lina hanya menunduk, tidak menjawab.
“ Ada apa, Lin ? ” Mira mengulan pertanyaan.
“ Iya ada apa ? “ Aku menimpali.
Tangis Lina semakin pecah.
“ Coba ceritakan ada apa ? “ tanyaku lagi
“ Aku tidak mencurinya “ Lina terisak
“ Mencuri apa ? kami tidak mengerti ? “ desak kami hampir bebarengan.
“ A..aku..aku….Demi Tuhan aku tidak mencurinya “ ulang Lina datar
Tiab-tiba si Anton berteriak,
“ Hai kalian..jangan dekat-dekat pencuri ! “
Kami semakin bingung, kali ini kami benar-benar telah ketinggalan berita. Maklum sedari tadi kami serius menghapal pelajaran Sains, soalnya di jam pelajaran terakhir nanti kami mau ulangan.
Lina bercerita bahwa tadi, sewaktu istirahat pertama, si Lola kehilangan uang jajan dua puluh ribu rupiah. Dia bersama anggota genk nya ‘Genk Keren’ menuduh bahwa Linalah pencurinya, karena kebetulan dia tidak keluar kelas. Dan setelah tasnya digeledah di hadapan teman-teman yang lain, ternyata mereka menemukan uang yang dimaksud. Mereka sangat yakin bahwa tidak mungkin si Lina memiliki uang sebanyak itu.
“Oh begitu….. “ aku menarik nafas dalam-dalam
Naluriku berkata, bahwa Lina tidak bersalah. Tapi masalahnya, siapakah pencuri sebenarnya ? Kami memeras otak bagaimana caranya membuktikan tuduhan palsu tersebut, dan yang paling penting supaya nama baik temanku Lina, pulih.
“ Mentang-mentang aku ini miskin, mereka seenaknya menuduhku pencuri “
Lina berkata lirih.
Singkat cerita, setelah ‘rapat’ sepulang sekolah kemarin, kami merencanakan sebuah rencana, yang hanya diketahui kami berlima. Soalnya kami tidak mau asal tuduh, kalu tidak ada bukti.
Asyik, ‘Lima Sekawan’ beraksi !
“ingkang becik ketitik, ingkang ala ketara”, itulah semboyan kami dalam menegakkan keadilan, menumpas ketidakadilan. He..he..Peribahasa ini aku dengar dari Ayah, lho.
“ Aku ada ide ! bagaiman kalau kita tanya teman-teman kelas yang lain , itu tuh kayak polisi detektif di film-film “. Cengir Yesi.
“ Iya bener, biar masih amatiran, rasanya kita gak kalah tuh sama pak polisi “
Timpal Gina. Kami pun tertawa bebarengan.
“ Ayo kita bagi-bagi tugas ! jangan buang-buang waktu ! “ Sahut Gita.
Setelah kami wawancara – tentu saja wawancara ala kami – teman-teman kami, ternyata mereka memang melihat Lina duduk di bangku Lola. Mereka hanya melihat Lina sedang membaca di bangkunya. Itu saja.
Kami semakin bingung, tapi kami tidak putus asa, pasti ada yang belum kami wawancarai. Tapi setelah dicek ulang ternyata sudah semua kami tanyai. Dan jawaban mereka sama, hanya Lina sendiri yang berada di dalam kelas. Aduh, tambah bingung !
Pada waktu istirahat tiba, seperti biasanya kami berkumpul di ‘markas’ kami. Kadang kalau lagi ‘sepi order’ kami juga tidak pelit membagi tempat kami untuk sekedar ngobrol-ngobol, atau berbagi cerita lucu.
Ini hari ketiga semenjak peristiwa itu, tapi kami belum menemukan titik terang. Maklum kami juga sibuk dengan tugas-tugas sekolah. Jadi mau tidak mau ‘proyek’ kami terbengkalai.
“ Jangan-jangan, memang benar si Lina pencurinya “ Yesi mulai meragukan kejujuran Lina.
“ Iya, maklum mis….” Gita tidak meneruskan kata-katanya.
“ Sssstt….jangan dulu berburuk sangka “ aku menimpali.
“ Kita harus konsekuen membela teman yang teraniaya “ lanjutku.
Tiba-tiba si Rara, teman lain kelas, datang.
“ Mudah-mudahan ada keajaiban “ gumamku.
Tanpa diminta si Rara nyerocos bahwa pada waktu pelajaran olah raga, artinya pada waktu kejadian, dia melihat si Lola, Tia dan Cindy, ‘Genk Keren’ itu sedang celingak celinguk mengawasi sekitar. Rupanya mereka memanfaatkan kesempatan kelengahan Pak Budi, guru olahraga kami. Kami berlima semakin mendekat mengerubuti Rara yang sedang menceritakan peristiwa tempo hari.
“ Karena mereka mencurigakan, jadi aku intip aja sekalian ! “ jelas Rara.
“ Kamu kok keluar kelas, mau apa ? “ tanyaku penasaran
“ Aku mau ke belakang “ Terang Rara.
Dia melihat si Lola mengeluarkan uangnya dan menaruhnya di tas Lina. Kami semakin geram mendengar keterangan Rara.
“ Kurang ajar benar mereka ! “ umpat Gina, sambil mengepalkan tangan.
“ Iya ! Keterlaluan ! Mentang-mentang orang kaya ! “ Yesi, dan Gita menimpali.
“ Sabar….sabar…” aku coba menenangkan mereka.
Ternyata mereka mencoba memfitnah si Lina dengan cara menyimpan uang si Lola sendiri ke dalam tasnya Lina. Sungguh keterlaluan !
Awalnya setelah kami tanyai, mereka mencoba untuk mengelak. Tapi berkat gertakan kami yang mau melaporkan kepada Bu Ety, wali kelas kami.
Akhirnya mereka mengakui, bahwa mereka hanya iseng.
“ Tapi ini sudah di luar batas ! “
bentak Mira ketua genk kami, diamini teman-teman yang lain.
Setelah didesak untuk meminta maaf, tanpa perlu dikomando lagi akhirnya mereka bertiga meminta maaf kepada Lina, disaksikan teman-teman yang lain. Sungguh akhir yang bahagia.
Kadang aku tak habis pikir, kenapa ada orang-orang yang selalu berbuat jahat, Padahal Tuhan selalu mengawasinya. Yach, namanya juga manusia, bisa saja khilaf. Aku mencoba memahami kekeliruan teman-temanku.
“ Cacha….!! Adikmu nangis tuh ! Ibu lagi masik nih ! “
Suara keras Ibuku membuyarkan lamunanku.
“ Yah…ibu, lagi asyik-asyiknya nge-lamun, capek deh…”
“ Hayoo…ngelamunin siapa nih…? “ tanya ibuku mesam-mesem.
“ Aduh ibu, ada-ada aja ! “
kataku sambil mencari sumber suara tangisan adikku.




MAAF APABILA TERDAPAT KESALAHAN KATA-KATA
ATAU PUN KESAMAAN NAMA/TOKOH DALAM CERITA
HARAP MAKLUM
‘MASIH BELAJAR’





Indri Rizky Amalia
Juni 2006

==============================================================================

KATA - KATA MUTIARA

Lidah bisa mempertemukan
Dua hati yang sebelumnya
Tidak saling kenal..
Lidah bisa mencairkan
Hati yang keras dan
Penuh amarah..
Tetapi lidah juga bisa menusuk
Hati orang lain, mengobarkan
Permusuhan dan dendam bahkan
Menciptakan perang besar..
Sepotong lidah bisa lebih
Buas dari mulut harimau,
Lebih tajam dari pisau
Dan lebih ganas dari kobaran
Api…

======================================================================

Bersama adalah satu awal. Tetap bersama
Adalah kemajuan. Bekerja sama adalah
Kesuksesan…

======================================================================

Perhatikan pikiran anda, karena pikiran menjadi
Kata-kata anda..
Perhatikan kata-kata anda, karena
Kata-kata menjadi tindakan anda..
Perhatikan tindakan anda, karena tindakan
Menjadi kebiasaan anda..
Perhatikan kebiasaan anda, karena
Kebiasaan menjadi karakter anda..

======================================================================

Tidak ada gembok yang tidak bisa dibuka
Tidak ada simpul yang tidak bisa dilepas
Tidak ada jarak yang jauh yang tidak bisa
Didekatkan dan tidak ada yang hilang
Yang tidak bisa ditemukan..
Dan semua itu ada saatnya..

======================================================================

Waktu telah menyiramiku dengan berbagai
Kesulitan, sehingga panah-panah yang menancap
Di kepalaku menjadi pelindung
Kalau sekarang aku tertembak panah,
Mata panahnya akan masuk membelah
Panah lainnya. Sekarang aku hidup tanpa
Peduli dengan kesulitan, karena aku tak
Mendapat manfaat apapun dengan
Mempedulikannya..

======================================================================

Jadilah seperti semut , dalam ketekunannya
Dia berusaha merambat naik ke batang
Pohon hingga ratusan kali, dan jatuh
Sebanyak jumlah yang sama. Tapi dia
Terus berusaha naik kembali hingga akhirnya
Sampai pada tujuan yang diinginkan. Karena
Itu, jangan cepat menyerah dan bosan..

======================================================================

Hati yang gersang itu laksana ikan yang
Terdampar di daratan, meronta-ronta mencari
Air untuk dapat bertahan..

======================================================================

Lebih baik menjadi burung
Yang terbang bebas dari pada raja
Yang terbelenggu..

======================================================================

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda